32 Pelanggaran Berlarut Pemerintah Berau Dituding Biarkan PT TBPP Kebal Hukum !


RTNews. Berau , Kaltim -- PT Tanjung Buyu Perkasa Plantation, perusahaan sawit besar yang beroperasi di wilayah Dumaring Kecamatan Talisayan Kabupaten Berau, kembali menjadi sorotan publik. Berdasarkan hasil audit lima instansi Pemerintah Kabupaten Berau, yaitu KPHP Berau Pantai, DLHK, ATR BPN, Dinas Pertanahan dan Dinas Perkebunan, perusahaan ini diduga melakukan 32 pelanggaran hukum yang berdampak langsung pada lingkungan dan hak masyarakat.


Sejumlah pelanggaran paling serius antara lain perusakan kawasan hutan sekitar 400 hektare yang melanggar UU 18 Tahun 2013 Pasal 17 ayat 2 huruf a dengan ancaman pidana 4 sampai 15 tahun serta denda 1 miliar sampai 7,5 miliar rupiah. Kerusakan ekosistem mangrove juga ditemukan, yang melanggar UU 32 Tahun 2009 Pasal 69 ayat 1 huruf a dan Pasal 98 dengan ancaman pidana 3 sampai 10 tahun serta denda 3 sampai 10 miliar rupiah.


Selain itu, ditemukan aktivitas galian C ilegal di berbagai titik tanpa izin sebagaimana diatur dalam UU 3 Tahun 2020 Pasal 158 yang mengancam pelaku dengan pidana 5 tahun dan denda 100 miliar rupiah. Audit juga mengungkap tidak adanya sepadan sungai, yang bertentangan dengan PP 38 Tahun 2011 Pasal 52, yang dapat dijatuhi sanksi administratif berupa penghentian kegiatan dan pemulihan fungsi sungai. Dugaan pengalihan alur sungai tanpa izin terindikasi melanggar UU 17 Tahun 2019 Pasal 70 dan 74 dengan ancaman pidana 6 tahun serta denda 1 miliar rupiah.


Kerusakan kawasan sepadan mata air juga ditemukan dan melanggar UU 32 Tahun 2009 Pasal 69 ayat 1 huruf h dengan ancaman pidana 1 sampai 3 tahun atau denda 1 sampai 3 miliar rupiah. Audit menemukan adanya penggusuran makam leluhur masyarakat adat, yang termasuk tindak pidana dalam KUHP Pasal 178 dan 179 dengan ancaman pidana 1 tahun penjara. Selain itu, ditemukan patok batas HGU berada di tengah kebun warga yang bertentangan dengan UU Pokok Agraria dan peraturan BPN tentang penetapan batas, yang dapat berujung pada pemeriksaan ulang hingga pencabutan HGU. Izin lokasi yang diduga tidak diperpanjang juga melanggar UU 39 Tahun 2014 Pasal 55 sampai 58 yang membuka peluang pencabutan izin usaha perkebunan.


Rabu 9 Desember 2025 pukul 11.06, aktivis lingkungan sekaligus kuasa hukum masyarakat ulayat, Boni, mendatangi ruang Asisten I Bupati Berau, Hedratno, untuk mempertanyakan sanksi apa yang telah diberikan kepada PT TBPP. “Baru hari ini saya bisa bertemu karena sejak saya dikriminalisasi bersama kawan kawan pejuang ulayat, saya belum pernah mendapat informasi sanksi apa yang diberlakukan kepada PT TBPP,” ujar Boni.


Hedratno menjawab bahwa dirinya hanya menangani aspek aksi dan bukan kewenangan menjatuhkan sanksi. “Terkait sanksi silakan ke masing masing instansi yang berwenang. Saya hanya menangani aksinya saja,” ucapnya. Jawaban tersebut dinilai Boni sebagai indikasi bahwa pemerintah belum serius menindak pelanggaran berat perusahaan tersebut. “Sangat disayangkan pemerintah seolah menutup mata terhadap pelanggaran ini. Ada 32 pelanggaran tapi tidak ada sanksi administratif apalagi pidana. Ini dugaan impunitas yang semakin kuat,” tegasnya.


Saat dikonfirmasi terpisah, perwakilan Dinas Perkebunan Kabupaten Berau, Purwo, menyebut bahwa sanksi sebenarnya sudah ada namun tidak menjelaskan rinciannya. “Sepertinya sudah ada sanksi dan setau saya Gakum Provinsi sudah turun ke lapangan,” katanya singkat. Pernyataan ini dinilai tidak memuaskan oleh masyarakat dan pegiat lingkungan yang sejak awal mendesak transparansi total dari pemerintah.


Hingga kini, publik menagih kejelasan tentang hasil audit lengkap, tindakan administratif apa yang telah dijalankan, apakah ada proses pidana terhadap perusahaan maupun penanggung jawabnya, serta apakah pemerintah mempertimbangkan pembekuan atau pencabutan HGU PT TBPP. Kasus ini kembali menegaskan buruknya tata kelola industri sawit di Indonesia ketika perusahaan besar diduga kebal hukum sementara kerusakan ekologis terus terjadi.


Masyarakat kini menunggu apakah pemerintah Kabupaten Berau akan bertindak tegas atau kembali membiarkan impunitas korporasi berlanjut.


(Magda)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama